26/01/10





SEJARAH NTT

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dibentuk tahun 1958. Sebelumnya provinsi ini merupakan bagian dari provinsi Nusa Tenggara yang wilayahnya mencakup Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan NTT. Pembentukkan provinsi ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958.




Nenek moyang penghuni NTT beraneka ragam. Beberapa ahli memperkirakan bahwa nenek moyang orang NTT berasal dari ras Astromelanesoid. Hal ini dibuktikan dengan penemuan kerangka manusia yang diperkirakan berasal dari ras terebut dan berusia sekitar 3.500 tahun. Beberapa kerangka lain yang ditemukan memiliki ciri-ciri ras yang beraneka ragam, seperti dari ras Mongoloid, campuran antara Mongoloid dan Astromelanesoid, Eropoid, dan Negroid. Hal ini menunjukkan keanekaragaman penghuni pertama NTT.

Pada masa pra sejarah, penduduk hidup berpindah-pindah karena menggantungkan hidupnya pada perburuan binatang. Mereka berpindah mengikuti arah gerak binatang-binatang buruannya. Ketika bercocok tanam mulai menjadi cara hidup penduduk, mereka tidak sepenuhnya menetap. Kadang-kadang mereka berpindah-pindah yang biasanya disebabkan oleh kedatangan penduduk baru yang lebih kuat. Yang tersingkir biasanya pindah ke daerah pedalaman.

Kerajaan-kerajaan NTT diperkirakan eksis sekitar abad ke 3 Masehi. Perkiraan ini didasarkan pada data bahwa pada abad tersebut, banyak kapal-kapal pedagang antar pulau yang membeli kayu cendana dari Sumba dan Timor. Pada abad ke 7, Kerajaan-kerajaan di NTT sudah menjalin hubungan dagang dengan Cina. Mereka mengapalkan sendiri kayu cendana untuk dijual di Cina.

Pada tahun 1225, Timor telah mengirim utusannya ke Jawa. Berawal dari hubungan perdagangan, mereka menjalin hubungan politik. Ketika Patih Gajah Mada mencetuskan gagasan untuk menyatukan nusantara, wilayah NTT tidak luput dari perhatiannya. Satu demi satu kerajaan di wilayah NTT ditaklukan, seperti Flores, Alor, Pantar, Sumba, dan Timor. Akhirnya seluruh kerajaan di wilayah NTT tunduk terhadap Majapahit.

Pada abad ke 16, NTT mulai berhubungan dengan Portugis. Sejak Malak jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, Portugis terus mencari daerah sumber rempah-rempah dan barang hasil alam lainnya, termasuk kayu cendana yang terdapat di NTT. Tahun 1561, Portugis mulai membangun kekuasaan kolonialnya di wilayah NTT. Pusat kekuasaannya ditetapkan di Solor dengan dibangunnya benteng pertahanan. Dari pulau inilah, Portugis melakukan berbagai kegiatanya di wilayah NTT.

Sementara itu, VOC yang menyadari pentingnya wilayah NTT bagi perdagangan, beruaha merebut Pulau Solor dari tanga Portugis. Tahun 1625 dan 1629, VOC melakukan penyerangan terhadap Portugis. Pada serangan ketiga tahun 1653, VOC berhasil merebut benteng Portugis di pulau tersebut. Pada tahun yang sama VOC berhasil merebut benteng Portugis di Kupang. Mereka kemudian memberi nama Fort Concordia bagi benteng tersebut dan kemudian dijadikan basis pertahanan dalam rangka menaklukkan raja-raja Timor.

Portugis yang tersingkir oleh VOC di NTT bagian barat, bertahan di Pulau Timor bagian timur. Wilayah ini sekarang menjadi Timor Leste, negara berdaulat yang terpisah dari Republik Indonesia pada akhir abad 21 ini. Sejak tahun 1701, Portugis menempatkan Antonio Coelho Guerrio sebagai gubernur untuk wilayah Timor dan Solor.

Sementara itu, di Kupang tahun 1756, Belanda berhasil mengikat 15 raja di daerah itu dalam suatu perjanjian. Namun, perjanjian tersebut ternyata tidak menghentikan perlawanan dari beberapa raja di pedalaman. Perlawanan yang dilakukan Raja Sonbai, misalnya, terjadi tahun 1780 pada saat perjanjian itu telah berlaku. Namu, semua perlawanan tersebut dapat diredam Belanda.

Pada tahun 1856, Belanda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang dikenal dengan Traktat Timor. Isinya antara lain berupa pembagian wilayah antara kedua pemerintah kolonial tersebut. Tentunya perjanjian ini mengabaikan kekuasaan raja-raja setempat.

Setelah dibuatnya Traktat Timor, kedudukan Belanda di wilayah NTT semakin kuat. Belanda dapat memusatkan perhatiannya pada penumpasan gerakan perlawanan raja-raja setempat. Belanda berhasil menumpas berbagai perlawanan sehingga pada awal abad ke 20, Belanda telah sepenuhnya menguasai wilayah NTT. Wilayah NTT, dalam perkembangan selanjutnya merupakan suatu keresidenan, yang dinamakan Keresidenan Flores dengan pusat pemerintahan di Kupang.

Awal abad ke 20 merupakan permulaan bangkitnya gerakan kebangsaan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Terkait dengan perjuangan rakyat NTT untuk lepas dari kolonialisme, di Makasar berdiri Timorsch Verbond dan di Bandung berdiri Timorsch Jongeren. Di Kupang, berdiri Perserikatan Timor tahun 1925. Sedangkan organisasi keislaman yang pertama kali berdiri di Timor adalah Organisasi Bintang Timur.

Era penjajahan Belanda di NTT berakhir tanggal 19 Februari 1942. Ketika itu Jepang mendarat di pantai selatan Timor, besoknya berhasil menduduki Kupang. Setelah itu, NTT diatur dengan pemerintahan militer Jepang. Di era Jepang ini, rakyat NTT semakin menderita, harta benda penduduk banyak yang dirampas dan banyak laki-laki dewasa yag dijadikan romusha, semuanya untuk keperluan perang.

Keadaan ini berlangsung sampai Jepang keluar dari NTT karena kalah perang melawan Sekutu. NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu langsung mengambil alih pemerintahan di NTT. Sistem pemerintahan Belanda kembali berdiri. Wilayah NTT disebut Keresidenan Timor yang terdiri dari tiga afdeling, yaitu, Timor dengan pulau-pulaunya, Sumba, dan Flores.

Penjajahan Belanda berakhir saat dibacakannya proklamai kemerdekaan Republik Indonesia. Pasca proklamasi, NTT termasuk ke dalam Negara (Boneka) Indonesia Timur (NIT). Namun ekistensi NIT tidak lama karena rakyat Indonesia tidak menghendakinya. Tahun 1950, NIT melebur dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pasca peleburan ke dalam NKRI, NTT termasuk ke dalam wilayah Provini Nusa Tenggara. Pada tanggal 14 Agustus 1958, Provini Nusa Tenggara dimekarkan menjadi tiga provinsi, yaitu Bali, NTB, dan NTT. Wilayah NTT meliputi daerah Flores, Sumba, dan Timor.


Zaman Kebangkitan Nasional (1900-1942)
Pada masa sesudah tahun 1900, kerajaan-kerajaan yang ada di Nusa Tenggara Timur pada umumnya telah berubah status menjadi status menjadi Swapraja. Swapraja-swapraja tersebut, 10 berada di Pulau Timor ( Kupang, Amarasi, Fatuleu, Amfoang, Molo, Amanuban, Amanatun, Mio mafo, Biboki, Insana) satu di pulau Rote, satu di pulau Sabu, 15 di pulau Sumba ( Kanatang, Lewa-Kanbera, Takundung, Melolo, Rendi Mangili, Wei jelu, Masukaren, Laura, Waijewa, Kodi-Laula, Membora, Umbu Ratunggay, Ana Kalang, Wanokaka, Lambaja), sembilan di pulau Flores (Ende, Lio, Larantuka, Adonara, Sikka, Angada, Riung, Nage Keo, Manggarai), tujuh di pulau Alor-Pantar (Alor, Baranusa, Pantar, Matahari Naik, Kolana, Batu lolang, Purema).
Swapraja-swapraja tersebut terbagi lagi menjadi bagian-bagian yang wilayahnya lebih kecil. Wilayah-wilayah kecil itu disebut Kafetoran-kafetoran.

Zaman Pemerintahan Hindia Belanda
Wilayah Nusa Tenggara Timur pada waktu itu merupakan wilayah hukum dari keresidenan Timor dan daerah takluknya. Keresidenan Timor dan daerah bagian barat (Timor Indonesia pada waktu itu, Flores, Sumba, Sumbawa serta pulau-pulau kecil sekitarnya seperti Rote, Sabu, Alor, Pantar, Lomblen, Adonara, Solor).
Keresidenan Timor dan daerah takluknya berpusat di Kupang, yang memiliki wilayah terdiri dari tiga affdeling (Timor, Flores, Sumba dan Sumbawa), 15 onderafdeeling dan 48 Swapraja. Afdeeling Timor dan pulau-pulau terdiri dari 6 onderafdeeling dengan ibukotanya di Kupang. Afdeeling Flores terdiri dari 5 onder afdeeling dengan ibukotanya di Ende. Yang ketiga adalah Afdeeling Sumbawa dan Sumba dengan ibukota di Raba (Bima). Afdeeling Sumbawa dan Sumba ini tediri dari 4 oder afdeeling.
Keresidenan Timor dan daerah takluknya dipimpin oleh seorang residen, sedangkan afdeeling di pimpin oleh seorang asisten residen. Asisten residen ini membawahi Kontrolir atau Controleur dan Geraghebber sebagai pemimpin Onder afdeeling. Asisten residen , kontrolir dan gezaghebber adalah pamong praja Kolonial Belanda. Para kepala onder afdeeling yakni kontrolir dibantu oleh pamong praja bumi putra ber pangkat Bestuurs assistant. (Ch. Kana, 1969,hal . 49-51).


Zaman Pendudukan Jepang (1942-1945)
Pada tanggal 8 Maret 1942 komando angkatan perang Belanda di Indonesia menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Dengan demikian secara resmi Jepang menggantikan Belanda sebagai pemegang kekuasaan di Indonesia. Untuk Indonesia bagian timur termasuk wilayah Indonesia. Bagian Timur wilayah NTT berada di bawah kekuasaan angkatan laut Jepang (Kaigun) yang berkedudukan di Makasar. Adapun dalam rangka menjalankan pemerintahan di daerah yang diduduki Kaigun menyusun pemerintahannya. Untuk wilayah Indonesia bagian Timur dikepalai oleh Minseifu yang berkedudukan di Makasar. Di bawah Minseifu adalah Minseibu yang untuk daerah Nusa Tenggara Timur termasuk ke dalam Sjoo Sunda Shu (Sunda Kecil) yang berada di bawah pimpinan Minseifu Cokan Yang berkedudukan di Singaraja.
Disamping Minseibu Cokan terdapat dewan perwakilan rakyat yang disebut Syoo Sunda Sukai Yin. Dewan ini juga berpusat di Singaraja. Diantaranya anggota dewan ini yang berasal dari Nusa Tenggara Timur adalah raja Amarasi H.A. Koroh dan I.H. Doko. Untuk pemerintahan di daerah-daerah nampaknya tidak banyak mengalami perubahan, hanya istilah-istilah saja yang diruba. Bekas wilayah afdeeling dirubah menjadi Ken dan di NTT ada tiga Ken yakni Timor Ken, Flores Ken dan Sumba Ken. Ken ini masing-masing dikepalai oleh Ken Kanrikan. Sedangkan tiap Ken terdiri dari beberapa Bunken (sama dengan wilayah onder afdeeling) yang dikepalai dengan Bunken Karikan. Di bawah wilayah Bunken adalah swapraja-swapraja yang dikepalai oleh raja-raja dan pemerintahan swapraja ke bawah sampai ke rakyat tidak mengalami perubahan.


Zaman Kemerdekaan (1945-1975).
Setelah Jepang menyerah, Kepala Pemerintahan Jepang (Ken Kanrikan) di Kupang memutuskan untuk menyerahkan pemerintahan atas Kota Kupang kepada tiga orang yakni Dr.A.Gakeler sebagai walikota, Tom Pello dan I.H.Doko. Namun hal ini tidak berlangsung lama, karena pasukan NICA segera mengambil alih pemerintahan sipil di NTT, dimana susunan pemerintahan dan pejabat-pejabatnya sebagian besar adalah pejabat Belanda sebelum perang dunia II. Dengan demikian NTT menjadi daerah kekuasaan Belanda lagi, sistem pemerintahan sebelum masa perang ditegakkan kembali. Pada tahun 1945 kaum pergerakan secara sembunyi-sembunyi telah mengetahui perjuangan Republik Indonesia melalui radio. Oleh karena itu kaum pegerakan menghidupkan kembali Partai Perserikatan Kebangsaan Timor yang berdiri sejak tahun 1937 dan kemudian berubah menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Perjuangan politik terus berlanjut, sampai pada tahun 1950 dimulai pase baru dengan dihapusnya dewan raja-raja. Pada bulan Mei 1951 Menteri Dalam Negeri NIT mengangkat Y.S. Amalo menjadi Kepala Daeraah Timor dan kepulauannya menggantikan H.A.Koroh yang wafat pada tanggal 30 Maret 1951. Pada waktu itu daerah Nusa Tenggara Timur termasuk dalam wilayah Propinsi Sunda Kecil.
Berdasarkan atas keinginan serta hasrat dari rakyat Daerah Nusa Tenggara, dalam bentuk resolusi, mosi, pernyataan dan delegasi-delegasi kepada Pemerintahan Pusat dan Panitia Pembagian Daerah yang dibentuk dengan Keputusan Presiden No.202/ 1956 perihal Nusa Tenggara, pemerintah berpendapat suda tiba saatnya untuk membagi daerah Propinsi Nusa Tenggara termasuk dalam Peraturan Pemerintahan RIS no. 21 tahun 1950, (Lembaran Negara RIS tahun 1950 No.59) menjadi tiga daerah tingkat I dimaksud oleh undang-undang No.I tahun 1957. Akhirnya berdasarkan undang-undang No.64/1958 propinsi Nusa Tenggara di pecah menjadi Daerah Swa tantra Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur meliputi daerah Flores, Sumba dan Timor.

Berdasarkan undang-undang No.69/ 1958 tentang pembentukan daerah-daerah Tingkat II dalam wilayah Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, maka daerah Swa tantra Tingkat I Nusa Tenggara Timur dibagi menjadi 12 Daerah Swatantra Tingkat II ( Monografi NTT, 1975, hal. 297). Adapun daerah swatantra tingkat II yang ada tersebut adalah : Sumba Barat, Sumba Timur, Manggarai, Angada, Ende, Sikka, Flores Timur, Alor, Kupang, Timo Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan Belu.

Dengan keluarnya Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Daswati I Nusa Tenggara Timur tertanggal 28 Februari 1962 No.Pem.66/1/2 yo tanggal 2 juli 1962 tentang pembentukan kecamatan di Daerah Swatantra Tingkat I Nusa Tenggara Timur, maka secara de facto mulai tanggal 1Juli 1962 swapraja-swapraja dihapuskan (Monografi NTT, Ibid, hal. 306). Sedangkan secara de jure baru mulai tanggal 1 September 1965 dengan berlakunya undang-undang no. 18 tahun 1965 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah. Pada saat itu juga sebutan Daerah Swatantra Tingkat I Nusa Tenggara Timur dirubah menjadi Propinsi Nusa Tenggara Timur, sedangkan Daerah Swatantra Tingkat II dirubah menjadi Kabupaten.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur di Kupang, tanggal 20 Juli 1963 No.66/1/32 mengenai pembentukan kecamatan , maka Propinsi Nusa Tenggara Timur dengan 12 Daerah Tingkat II dibagi menjadi 90 kecamatan dan 4.555 desa tradisional, yakni desa yang bersifat kesatuan geneologis yang kemudian dirubah menjadi desa gaya baru.
Pada tahun 2003 wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur terdiri dari 16 Kabupaten dan Satu Kota . Kabupaten-kabupaten dan Kota tersebut adalah : Sumba Barat, Sumba Timur, Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara , Belu, Alor, Lembata, Flores Timur, Sikka, Ende, Angada, Manggarai, Rote Ndao, Manggarai Barat dan Kota Kupang. Dari 16 Kabupaten dan satu kota tersebut terbagi dalam 197 kecamatan dan 2.585 desa/kelurahan.

(Disarikan dari buku " Sejarah Daerah Nusa Tenggara Timur " Proyek Penelitian dan Pencetakan Kebudayaan Daerah 1977/1978).







Budaya Nusa Tenggara Timur


Provinsi NTT kaya akan ragam budaya baik bahasa maupun suku bangsanya seperti tertera dalam di bawah ini:

Jumlah Bahasa Daerah
Jumlah bahasa yang dimiliki cukup banyak dan tersebar pada pulau-pulau yang ada yaitu:
Pengguna Bahasa di Nusa Tenggara Timur



Pakaian Adat Rote Rumah adat Sumba Kuburan Megalitik Tarian caci

Timor, Rote, Sabu, dan pulau-pulau kecil disekitarnya: Bahasanya menggunakan bahasa Kupang, Melayu Kupang, Dawan Amarasi, Helong Rote, Sabu, Tetun, Bural:

Alor dan pulau-pulau disekitarnya: Bahasanya menggunakan Tewo kedebang, Blagar, Lamuan Abui, Adeng, Katola, Taangla, Pui, Kolana, Kui, Pura Kang Samila, Kule, Aluru, Kayu Kaileso

Flores dan pulau-pulau disekitarnya: Bahasanya menggunakan melayu, Laratuka, Lamaholot, Kedang, Krawe, Palue, Sikka, lio, Lio Ende, Naga Keo, Ngada, Ramba, Ruteng, Manggarai, bajo, Komodo

Sumba dan pualu-ulau kecil disekitarnya: Bahasanya menggunakan Kambera, Wewewa, Anakalang, Lamboya, Mamboro, Wanokaka, Loli, Kodi

Jumlah Suku /Etnis
Penduduk asli NTT terdiri dari berbagai suku yang mendiami daerah-daerah yang tersebar Diseluruh wilayah NTT, sebagai berikut:

Helong: Sebagian wilayah Kabupaten Kupang (Kec.Kupang Tengah dan Kupang Barat serta Semau)

Dawan: Sebagian wilayah Kupang (Kec. Amarasi, Amfoang, Kupang Timur, Kupang Tengah, Kab timor Tengah selatan, Timor Tengah Utara, Belu ( bagian perbatasan dengan TTU)

Tetun: Sebagian besar Kab. Belu dan wilayah Negara Timor Leste

Kemak: Sebagian kecil Kab. Belu dan wilayah Negara Timor Leste

Marae: Sebagian kecil Kab. Belu bagian utara dekat dengan perbatasan dengan Negara Timor Leste

Rote: Sebagian besar pulau rote dan sepanjang pantai utara Kab Kupang dan pulau Semau

Sabu / Rae Havu: Pulau Sabu dan Raijua serta beberapa daerah di Sumba

Sumba: Pulau Sumba

Manggarai Riung: Pulau Flores bagian barat terutama Kan Manggarai dan Manggarai Barat

Ngada: Sebagian besar Kab Ngada

Ende Lio: Kabupaten Ende

Sikka-Krowe Muhang: Kabupaten Sikka

Lamaholor: Kabupaten Flores Timur meliputi Pulau Adonara, Pulau Solor dan sebagian Pulau Lomblen

Kedang: Ujung Timur Pulau Lomblen

Labala: Ujung selatan Pulau Lomblen

Pulau Alor: Pulau Alor dan pulau Pantar.







sumber edward fangidae
stikom kupang NTT







Facebook stumbleupon google technorati
twitter yahoo lintasberita lintasberita lintasberita lintasberita lintasberita lintasberita lintasberita lintasberita lintasberita lintasberita

6 komentar:

aldo mengatakan...

ceritax uda bagus coba di tambah kan gambar supaya lebih menarik lagi....

Sejarah NTT Berserta Budaya-budaya yang ada di NTT mengatakan...

mantap bro....

ricky mengatakan...

lanjutkan trus...

intan_sary@yahoo.com mengatakan...

ceritax bagus juga

yero.fan@gmail.com mengatakan...

kurang lengkap...
tambah eh.

rudy mengatakan...

coba kamu menambah dengan mp3 daerah. biar lebih menarik.

Posting Komentar

http://www.blogger.com/html?blogID=4515577645796235682